Dia memandangi tulisan di balik layar terang itu dengan seksama. Memperhatikannya rinci satu demi satu. Raut wajahnya begitu cemas tapi ada gurat harapan pula di sana. Aku yang sedari tadi memperhatikannya pun ikut terbawa suasana, gelisah dan khawatir, bukan pada apa yang sedang diperhatikannya rinci tapi lebih kepada dia kalau-kalau semua tidak sesuai harapannya.
Dia menggigit bibir bawahnya pertanda dirinya makin cemas. Dan yah, wajahnya berubah warna sembari membenamkan wajahnya dalam kedua telapak tangannya. Aku sudah dapat menebak apa hasilnya. Ah, kalau saja aku bisa, sedari tadi aku telah hadir sebagai pelukan dari belakang.
Menarik napas panjang, menengadahkan kepala dan kemudian menangis sejadi-jadinya. Itulah yang akan dia lakukan selanjutnya. Aku telah mengenalnya lama dan aku mengenalnya lebih baik dari siapapun juga. Tentu saja, orang lain perlu iri akan hal itu.
Gadis itu pun menarik napas panjang, menengadahkan kepala dan menutup lekat kedua matanya. Tapi, kemudian kedua sudut bibirnya tertarik perlahan, dia tersenyum. Ada apa dengannya? Tidak biasanya.
Sekarang dia mendekatiku dan dengan hati-hati membenamkan kepalanya di tubuh ku. Ah, hangat sekali. Tapi, tetap saja aku masih khawatir dengannya. Kali ini dia gagal. Dan sepanjang aku bersamanya dia bukan orang yang berbesar hati dalam menerima kegagalan, egois? mungkin. Itulah kenapa saat ini aku begitu khawatir padanya.
Kemudian suara lirih itu...
"Tidak apa-apa, akan kucoba lagi nanti"
Seketika diriku tersaput awan, senang sekali mendapat jawaban langsung dari bibirnya, lega dari pada harus menerka-nerka. Dan nyatanya aku salah, ternyata sejauh ini aku belum mengenalnya cukup baik. Gadis yang selalu melabuhkan lelahnya padaku, membiarkan dirinya berkelana dalam mimpi di atas tubuh ku, yang mempercayakan tiap malamnya dalam lembut belaiku. Tidurlah, tidurlah, tidurlah, mustika ku.
Comments
Post a Comment