Gemiricik hujan yang jatuh dari
ujung atap bangunan megah itu seakan terdengar bernada seiring dengan tembang natal
disalah satu outlet junkfood.
Perempuan itu memejamkan mata,
walau dia tau itu akan terlihat ganjil ditengah keramaian seperti ini. Hanya
ingin mendengar kebisingan itu lebih dalam. Dengan kumpulan irama yang tersusun
membentuk sebuah harmoni. Perpaduan yang pas. Ah, bahkan rintik hujan itu
terdengar beraturan di indra pendengarannya.
Begitu banyak nikmat. Hujan salah
satunya. Nada-nada itu pun demikian. Dua hal yang selalu terhubung dengan
benang merah baginya. ketika hujan datang, bait-bait dan nada yang beraturan
itu selalu menjadi pilihan teratas. Mengalun dari balik speaker yang terdengar
sayup bersama pantulan bulir yang jatuh di atap . bukan menutupi tapi membuat
pantulan itu lebih beraturan. Yah, seperti nada-nada itu. hanya saja masih
sama, pantulan itu terdengar bernada hanya diangannya ketika dia menutup mata,
tidak pernah nyata seperti ketika matanya jelas terbuka .
Tangan kanannya meraih gelas
minuman yang berpadu dengan warna merah dan biru berlogo kakek-kakek tua
berumur . walau dia tak pernah tau siapa sebenarnya kakek-kakek yang selalu
terpampang di outlet junkfood itu. satu hisapan mengguyur dahaga yang ingin
dibasahi walau tak bisa juga disebut kering . belum puas dengan satu hisapan
.satu hisapan lagi untuk rasa penasaran akan cita rasa minuman yang direguknya
sedari tadi. Minuman itu kembali mengguyur kerongkongan. Masih sama. Pepsi
dengan sentuhan dingin es batu.
Matanya mengitari ruangan,
laki-laki dan perempuan dengan seragam putih-biru,seketika diatas kepala mereka
timbul wacana “kami mahasiswa poltekkes”.dia mengenal kedua orang itu, tapi tak
cukup kenal untuk sekedar menyapa dan bertegur sapa, ah biarkan saja,bisiknya dalam
hati. Ada dua orang remaja seumurannya lewat dengan ekspresi kaget dan melambai
ragu.tidak tau apa mereka kaget karna dia yang terlihat menyedihkan ditengah
berjuta manusia yang datang berpasangan. Atau mereka terlalu ragu karna
melihatnya ganjil duduk sendiri. Dia pun bingung.tapi mereka dua orang yang dia
kenal. Tersenyum dan balik melambai , hanya itu yang dia lakukan. Mereka pun
berlalu, hilang dari pandangan mata. Ada sekelompok remaja yang duduk tepat
bersebrangan dengannya. Tertawa, memekik kegirangan, dan bersenda gurau seakan
tak mau tau kalau bumi ini bukan Cuma mereka yang punya. Perempuan itu hanya
menggeleng kepala dan kembali memutar pandangan ke sudut lain. Hmm, semua sama.
Mereka hanya orang asing yang sibuk menjalani hidup yang telah dipilihkan.
Dia kini melirik kotak persegi
panjang yang bertengger tepat disamping oriental bento yang tlah kosong dari
sejam yang lalu. Masih berharap kotak itu mengeluarkan bunyi “bip,bip” untuk
sebuah short massage. Pesan dari kontak dengan nama . (titik) yang dia berikan.
Ah,menunggu memang tak pernah menyenangkan . tapi tak ada pilihan lain selain
tetap menunggu dan berharap.kasihan sekali, terkadang dia merasa cukup lelah
dengan keadaan yang tak pernah berubah, tapi dia juga tak pernah cukup berani untuk
menyerah dan melepas semuanya. Ah, hati, haruskah serumit ini? Dan masih tetap
sama ,kotak itu masih bungkam.
Tangannya meraih kotak itu,
memencet beberapa tombol yang tersusun QWERTY dibagian bawah kotak. Dibagian
atas kotak mulai tersusun huruf-huruf membentuk sebuah kalimat Tanya,tapi tetap
saja jari-jari itu masih tak cukup kuat untuk memencet tombol SEND hanya untuk
sekedar bertanya “ lagi apa?”
***
Laki-laki itu berbaring diatas kasur dengan seprai
biru abstrak. Menghadap langit-langit kamar berukuran 3x4 . sesekali dia
memejamkan matanya dan terhanyut dengan pantulan air hujan yang terdengar
berisik dibalik jendela kamar . kaka dengan boneka tersayangnya,kini mengalun
beriringan dengan pantulan hujan. Pas.
Air hujan yang jatuh dari pinggir genteng, terus
beradu seakan berlomba siapa yang akan menyentuh bumi terlebih dahulu. Berlomba
terhempas dan hilang teresap oleh tanah yang kemudian basah. Hujan. Pada
akhirnya sederas apapun, dia akan tetap reda dan berhenti. Kemudian kembali
ketika musim hujan kembali tiba. Mungkin begitu pula dengan perasaannya, pikir
lelaki itu. tapi, apa perasaannya hanya ibarat hujan? Bukankah perasaan itu
pernah terasa sangat kokoh dan kuat? Bukankah cinta tak mengenal musim? Kalo
memang bermusim, masih pantaskah ini disebut cinta?
Ini bukan aku . bisiknya dalam hati. Perasaan yang
dia rasakan tak sekuat 2 bulan yang lalu. Ah, kenapa dia merasa ragu dengan
pilihannya, toh tak ada yang pernah memaksa. Perasaan itu murni pilihannya. menyesal?
Sebenarnya tidak, dia hanya merasa terlalu pengecut untuk mengakui kalau
manusia pernah khilaf menentukan pilihan.
Laki-laki itu mengambil handphone , membuka galeri
,melihat tiap moment yang sempat diabadikan, dan jarinya terhenti ketika layar
menunjukkan sebuah foto perempuan berjilbab biru,dengan bola matanya yang besar
dan sunggingan manis dibibirnya. Ah, perempuan ini. Kenapa begitu berat untuk
konsisten soal perasaan? Hati, haruskah sesulit ini?
Dia mengurungkan niat melanjutkan jelajahnya
digaleri. Dan beralih kekotak masuk. Tak ada pesan . dia memejamkan mata . lima
menit setelah matanya terpejam, dia kembali memeriksa pesan dan masih
sama,takada pesan masuk. Mungkin sebentar lagi, pikirnya. Kembali dia
memejamkan mata lelah. 5 menit,10 menit,15 menit berlalu dia membuka matanya
dan kembali memeriksa pesan masuk, masih tetap sama . kosong . tak ada pesan.
Terlalu cuek , bahkan lebih cocok disebut tidak peduli. Jadi , hubungan ini apa
artinya?
Akhirnya dengan perasaan lelah bercampur kesal. Dia
mengambil handphone dan mengetik sebuah pesan . tak banyak hanya satu kata “dimana?”,
sangat singkat malah, namun tetap saja pesan itu baiknya tak pernah diketik
karna nyalinya tak cukup berani hanya untuk sekedar menekan tombol SEND.
Laki-laki itu malah memejamkan mata. Sama saja, besok
pagi, semoga ada pesan darinya.
***
Dia memandang layar itu lama. Seolah mempesonanya.
Tapi tetap saja, layar itu masih terlihat sama takada yang berubah. Perempuan
itu menghela napas panjang . terasa berat. biarkan saja. Kadang-kadang manusia
memang sulit dipahami .seperti dirinya saat ini. Ah, mungkin ini yang maksud
syahrini dengan cinta tapi gengsi.
***
Hati dan ego . selalu punya cara untuk tetap
terhubung satu sama lain.
Laki-laki itu memejamkan mata, tapi hatinya jelas
tak pernah ikut terpejam . ingin sekali
menghubungi tapi itu mungkin melukai ego nya sebagai seorang lelaki . kenapa
pula harus merasa terluka ? entah, dia baru merasa kalau Sheila on 7 dengan pejantan
tangguh nya begitu menganggu dilihat dari konteks berbeda.
like this :)
ReplyDelete